Senin, 17 Oktober 2011

MINANGKABAU (Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol)


Hubungan Kerajaan Pagaruyung 
          Dengan Bangsa  Portugis 





Hubungan kerajaan Pagaruyung dengan bangsa Barat, pertama kalinya adalah    dengan bangsa Portugis. Menurut berita Portugis, permulaan abad ke 16 ada utusan kerajaan Melayu yang datang ke Malaka.
Kedatangan utusan tersebut yakni untuk membicarakan masalah perdagangan dengan bangsa Portugis, waktu itu menguasai Malaka. Tetapi dengan berhasilnya Aceh menguasai pesisir barat pulau Sumatera, maka hubungan dagang dengan Portugis itu terputus.
Meski hubungan dagang tak berlanjut, namun pada abad ke-16 dan ke-17  orang-orang Purtugis  pernah  juga datang ke Minangkabau untuk kepentingan lain.
Sebagaimana dimuat dalam buku Sumatera Tempo Doeloe (Anthony Reid, Komunitas Bambu, Jakarta, 2010), yang dikutip dari “Voyage and Wrteck of the Great Ship Sao Paulo (diterjemahkan  dan disunting oleh C.R. Boxer,  dalam Further Selections from  the Tragic History of the Sea, 1559 – 1565, Cambridge: Hakluyt Society, 1968,  hlm 97 – 102)”,  Henrique Dias (bangsa Portugis), karena kapalnya “Sao Paulo”  dari Tanjung Harapan dengan tujuan Goa, karam di pesisir barat Sumatera tahun 1561, sempat bertemu dengan Raja kecil bawahan kerajaan Pagaruyung.
Karamnya nao [kapal besar] Portugis, Sao Paulo, dengan nakoda Henrique Dias di pesisir barat Sumatera pada 1561 merupakan peristiwa yang terkenal pada abad ke-16. Pasalnya, peristiwa tersebut berdampak sangat besar bagi Portugis, dan menimbulkan kesulitan bagi mereka yang selamat. Tak diragukan lagi, sentuhan sensual dari peristiwa penangkapan Dona Francisca Sardinha, salah seorang perempuan tercantik pada masanya, oleh orang Sumatera.
Laporan mengenai peristiwa tersebut diterbitkan di Lisbon pada tahun 1565, dicetak ulang dan disebarluaskan melalui buku terkenal Historia Tragico-Maritima yang terbit pada 1735-1736, antara lain sebagai berikut;
“Walaupun berangkat dari Tanjung Harapan dengan tujuan Goa, kapal Sao Paulo terbawa ke Sumatera oleh badai dahsyat lalu karam pada 21 Januari 1561, kemungkinan di suatu tempat di sekitar Tiku.
Hampir semua awak kapal yang jumlahnya beberapa ratus orang bisa mencapai pantai dengan selamat. …………Akan tetapi, mereka bertengkar dan terlibat dalam perang hebat dengan orang-orang Aceh yang mereka temui. Dalam peperangan itu, mereka tidak membiarkan satu pun orang Aceh selamat……………..Setelah itu, satu orang Hitam yang tampan dan kelihatannya orang penting datang menemui kami. la mengatakan bahwa sungai ini bernama Sungai Menencabo [Minangkabau] dan daerah ini adalah tempat tinggal putra Raja Kampar. Ketika mengetahui bahwa kami adalah orang Portugis, ia menganjurkan agar kami berlayar ke hulu sehingga tidak perlu mendarat di pesisir yang sangat berbahaya ini. ……..Pada Sabtu pagi, tepatnya 12 April 1561, datanglah kapal milik syahbandar daerah tersebut, yang posisinya sama seperti gubernur.
Ia dikawal dengan cukup ketat, dan ia memberikan beberapa penawaran kepada kapten. Ia mengatakan bahwa kami dapat tinggal di sini tanpa perlu merasa takut, karena ia adalah syekh daerah sekaligus kakitangan raja yang merupakan teman baik Portugis. Raja tinggal di tempat yang berjarak sekitar satu atau dua hari perjalanan. Kabar mengenai kedatangan kami telah dikirimkan, sehingga tidak lama lagi raja akan datang. Oleh karena itu, sebaiknya kami bergerak sedikit ke hulu, dimana posisi kami akan lebih aman.
Kapten menjawab dengan penuh rasa terimakasih dan berkata bahwa ia akan melaksanakan saran tersebut……………. Minggu, 13 April 1561, pukul dua siang, raja turun ke sungai dengan iring-iringan yang membawa tambur, sangkakala, terompet, dan lonceng­-lonceng kecil. Ia juga membawa 80 sampan berisi tentara yang tampak sangat gagah dengan keris-keris—sebagian besar bernilai sangat tinggi­, perisai, dan lembing-lembing besi yang mengkilap.
Kami menyambut kedatangan raja dengan tembakan meriam. Ketika mendarat, ia berjalan menuju bandar atau pelabuhan lalu duduk di tempat tinggi yang telah disiapkan untuknya, sementara para pengikutnya berbaris di bawahnya.
Sebelum berbicara kepada raja, kapten mengirimkan hadiah melalui Antonio Soares, pelayan kerajaan Portugis. Hal itu adalah aturan umum yang berlaku di wilayah ini; bahwa tak seorang pun boleh menghadap raja dengan tangan kosong…….Setelah Antonio Soares kembali, kapten segera mendarat ke pantai ditemani dengan tiga atau empat orang yang berpakaian sebaik mungkin dalam rangka menemui dan berbicara kepada raja.
Raja ini adalah anak muda yang tampak sangat gagah. Ia mengenakan pakaian mewah dan membawa keris berhiaskan emas dan memakai sorban yang sangat mahal di kepalanya. Ia menjamu dan sangat menghormati orang-orang kami. Dengan muka tulus, ia mengatakan kepada kapten—melalui orang Hitam yang bisa berbicara bahasa Portugis secara lancar—bahwa kapten bisa meminta apa pun yang diinginkan. Ia akan melakukan segalanya, karena ia adalah putera Raja Minangkabau, saudara baik Raja Portugis. Ia mengatakan bahwa jika kapten ingin mengirim beberapa orang ke Malaka melalui darat, ia akan mengawal mereka dalam waktu 10 hari dan menyerahkan mereka kepada kapten yang ada di benteng.
Kapten berterimakasih atas jaminan tersebut lalu menceritakan kemalangan yang menimpa kami. Raja menyatakan simpati yang besar dan mengatakan bahwa ia siap membantu kami dalam hal apa pun yang kami butuhkan. ……..Ia juga menambahkan bahwa ia ingin agar kami menjual artileri kami kepadanya, karena ia sangat menginginkan artileri tersebut, atau kami bisa menukar artileri kami dengan beberapa kapal besar miliknya yang bisa membawa kami pulang.
Kapten menolak permintaan itu dengan sopan………. Raja merasa puas dengan jawaban tersebut. …….Ia meminta kami untuk sekali lagi memperlihatkan artileri-artileri kami karena ia sangat ingin melihatnya.
Sejak saat itu, penduduk setempat berdatangan dan menukar ayam betina, ayam jantan yang sudah dikebiri, dan beras untuk ditukar dengan pisau, paku, dan barang-barang lain. Hal itu membuat kami senang, sampai-sampai kami merasa bahwa kami sudah mengakhiri perjalanan dan berada di Malaka dengan selamat. ………….Bahkan kami semua tidur di darat dan tak seorang pun berada di dalam kapal, gara-gara merasa aman sebagaimana jika berada di Lisbon.
Karena kecerobohan, sikap terlalu percaya diri, serta sikap bersahabat yang palsu dari para orang Hitam, kami tidak pernah memperhatikan sampan-sampan yang terus berdatangan dari segala penjuru selama empat  atau lima hari terakhir. Sampan-sampan tersebut membawa orang-orang bersenjata yang kemudian bersembunyi di bawah pohon-pohon kelapa. Selama itulah mereka diam-diam merencanakan lalu memutuskan untuk menghabisi kami, karena sebagian besar atau bisa dikatakan hampir semua orang-orang kami berada di daratan….. Demikian pula dengan Dona Francisca, seorang perempuan yang sangat cantik dan anggun. Ia datang bersama suaminya yang saat itu sedang sakit pinggang.          
Fajar pada 17 April 1561, ketika hujan turun dengan deras dan petir menyambar-nyambar, orang-orang Moor itu tiba-tiba menyerang kami diiringi dengan pekikan keras. Saat itu jumlah mereka sedikitnya 2.000 orang……….mereka membunuh banyak orang kami sebelum kami sendiri sempat menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi, sehingga ada lebih dari 50 orang yang meninggal saat itu juga. Banyak yang lainnya melarikan diri ke arah kapal dalam keadaan terluka parah, sementara beberapa orang yang lain membentuk barisan dan mencoba melakukan perlawanan.
Ketika sekitar 30 orang dari kami sudah berkumpul, ada 500-an orang Hitam menyerang kami sambil memekik keras seolah-olah sudah yakin bahwa mereka menang. …………Kami berhasil membuat mereka mundur ke pantai. Sementara itu, kapal, sampan, beserta sang kapten dan rekan-rekan lain yang berhasil naik ke kapal bergerak menuju sungai untuk membombardir pantai dan menyelamatkan mereka yang masih berada di pantai dari jangkauan musuh……..Orang kami telah mengambil tindakan yang sangat berani.
Di antara 70 orang kami yang terbunuh adalah orang-orang terbaik. Kami meninggalkan Dona Francisca yang saat itu tertidur bersama suaminya di pantai, ……….Suaminya….. akhirnya terbunuh. Kami menduga Dona Francisca masih hidup. Selain Dona Francisca, kami juga kehilangan salah satu saudara laki-lakinya yang bernama Antonio Rodrigues de Azevedo dan seorang gadis yang datang bersama kami dari Brazil.”

1 komentar: