Minggu, 16 Oktober 2011

CEWEK-CEWEK GAUL SEKOLAHAN

GADIS REMAJA MASA KINI


Di negera kita yang sudah dirasuki gaya hidup global, apa sih yang tidak ada? Jakarta dan kota-kota besar lainnya memiliki semua yang kita inginkan, termasuk bila kita ingin bertemu, ngobrol, atau lebih dari itu dengan “cewek-cewek gaul”, yang umumnya gadis-gadis remaja.
Tekanan ekonomi, kemajuan jaman dan teknologi, telah membawa pengaruh yang besar bagi tingkah laku gadis-gadis remaja itu, mereka tergonjang-ganjing dalam masyarakat, akibat perubahan yang terlalu cepat dan besar,  yang bertolak belakang dengan gadis-gadis jaman dulu.
Kebanyakan gadis remaja jaman sekarang tenggelam dengan gaya hidup yang serba resah dan gelisah. Dengan  gaya hidup yang katanya modern, mengikuti pola makan, mode pakaian dan  cara berpenampilan, serta berperilaku yang sesuai dengan trend masa kini.
Hal ini didukung dengan tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang menggoda gadis-gadis remaja dengan tawaran begitu banyak ragam kesenangan, yang dapat menggugah matanya dan mempersuasi jiwanya untuk terlibat, berasyik ria, dan  cederung tenggelam  di dalamnya.
Gadis yang bisa menjaga dirinya, pasti sudah bersikap hati-hati dan waspada. Tapi karena masih di kategorikan remaja, seringkali ia berbuat sesuatu  karena dorongan jiwa remajanya, bahkan sampai-sampai tidak terlalu peduli dengan  akibat perbuatannya sendiri,  di kemudian hari.
Karakter khas remaja,  biasanya ingin tahu lebih banyak perihal sesuatu. Remaja cenderung ingin melakukan sesuatu yang baru, sekaligus menjadi tantangan tersendiri baginya. Remaja kepingin mencoba-coba sesuatu dalam mencari jati dirinya. Dan remaja kepingin menunjukkan dirinya,  kalau ia sudah bukan anak-anak lagi dan  tidak mau disepelekan.
Orangtua yang tidak mengerti  jiwa remaja, sering menyebut apa yang dilakukan remaja sebagai “pemberontakan” pada tatanan yang sudah mapan. Tidak jarang mereka menyebut remaja sebagai “pendobrak” aturan yang sudah baku. Kebanyakan orangtua memandang remaja secara sinis, sementara remaja dengan gejolak khasnya, tetap berjalan membawa bendera jamannya.
Tidak kurang pula jumlahnya,  yang hanya bisa mencaci-maki gadis-gadis remaja yang demikian, tanpa mencari tahu penyebab dan akar permasalahannya. Mereka hanya bisa mengumpat  tanpa dapat memberikan solusi. Mereka hanya bisa melihat  keburukannya dari pada kebaikannya. Namun, tanpa disadari bahwa dalam menunjukkan keburukan itu,  hanya satu jari yang menunjuk kepada gadis-gadis remaja itu, sedangkan empat jari lagi mengarah kepada dirinya sendiri.
          Sekarang terjadi pula perubahan pandangan gadis-gadis remaja dalam soal seks dan seksualitas. Sepertinya,  soal seks dan sekualitas tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Pada hal, kegiatan seks dan seksualitas itu dibatasi oleh aturan moral, agama, budaya, dan sosial.  Dengan pengertian bahwa kegiatan  seks dan seksualitas di luar aturan tersebut, dianggap sebagai suatu kejahatan atau suatu bentuk penyimpangan perilaku seksual yang di tabukan, dengan tujuannya agar tidak melanggar tata krama seksual yang sudah ditetapkan.
Tetapi kesadaran instingtif gadis-gadis remaja yang selalu dihantui rasa bersalah akan tindakan melanggar tabu seks dan seksualitas itu,  justru mendorong mereka untuk melanggar dan mendobraknya, sehingga tabu seks dan seksualitas dengan rasa bersalah yang  akut itu,  dijebol dengan cara mengambil semangat nafsu berahi, seks, dan seksualitas menjadi inspirasi  dahsyat ke dalam bentuk-bentuk komoditas dan lain-lainnya. 
 Kini, keperawanan tidak dianggap penting lagi oleh sebagian gadis-gadis remaja untuk dipertahankan. Padahal di sisi lain, masalah keperawanan itu merupakan suatu bentuk keberhasilan seorang gadis dalam mempertahankan “kesucian” dirinya  sampai ke jenjang pernikahan.
Lalu dalam perkembangannya, gadis-gadis remaja yang telah jebol pertahanannya dalam mempertahankan kesucian dan kemurniannya itu, sering kehilangan keseimbangan dalam menentukan hal baik dan buruk. Dan dalam  kenyataannya, lebih banyak hal  yang buruk mempengaruhi mereka, sehingga mereka mengambil sikap bahwa melakukan hubungan seks tanpa nikah, seks bebas atau seks pranikah,  merupakan hal  atau dianggap biasa dan wajar. Lebih-lebih kalau tidak ada bahayanya, misalnya sakit  atau kehamilan.
 Kini berkembang pula, khususnya pada gadis-gadis remaja golongan ekonomi tingkat bawah,  menjadikan hubungan seks bebas sebagai alat dan komoditas untuk mendapatkan uang,  guna membiayai keperluan pribadinya, membiayai sekolah/kuliahnya dan membantu orangtuanya. Bahkan, banyak pula orang yang memanfaatkan gadis-gadis remaja, menjadikan seks dan seksualitas mereka sebagai komoditas.
Dalam mengetahui perkembangan itu, secara tak  sengaja pada suatu sore (01/2007), saya berjumpa dan berkenalan  dengan seorang mahasiswi di toko buku di sebuah mal di Bekasi. Mulanya gadis itu tidak menarik perhatian, karena sama seperti pengunjung lainnya, saya juga asik mencari dan membaca buku-buku yang dibutuhkan.
Tetapi ketika antri  pembayaran di kasir, saya bertemu lagi dengan gadis remaja  itu. Ia persis berdiri di depan saya. Tak lama kemudian, ia mundur, ia mempersilahkan saya untuk membayar lebih dulu, sehingga mengundang pertanyaan.  Ketika saya tanya kenapa ia mundur, gadis itu mengatakan secara terus-terang, bahwa uangnya kurang. Ia terpaksa membatalkan niatnya, padahal ia sangat membutuhkan buku-buku itu untuk persiapan menghadapi ujian semester dalam waktu dekat. 
Rasa keprihatinan sekaligus keinginan menolong langsung muncul. Tanpa banyak tanya, dengan segala itikad baik,  saya merogoh kantong dan membayar kekurangan harga empat buku yang dibutuhkan gadis itu. Ia tampak kaget sejenak, tapi lalu buru-buru mengucapkan rasa terima kasih. Bahkan, ketika ditawari untuk mampir dulu di kafe  Kenanga di mal itu untuk sekadar minum dan makan, ia tidak menolak. Malah tanpa rasa segan lagi ia mengatakan secara terus-terang,  memang ia sudah lapar.
Gadis itu namanya Eva, berusia 21 tahun, lumayan cantik, kulit kuning langsat,  berasal dari keluarga yang tak mampu, golongan ekonomi bawah. Sejak dari SLTA ia telah membiayai sekolahnya sendiri dengan bekerja sampingan pada malam hari di tempat penyedia hiburan karaoke. Uang untuk membeli buku tadi juga berasal dari jerih payahnya bekerja di  karaokean itu.
Eva bercerita, bahwa gadis-gadis remaja sekolahan/kuliahan seperti dirinya banyak jumlahnya. Mereka juga bekerja sampingan di tempat-tempat hiburan.  Mereka mempunyai kemauan dan semangat untuk maju, tetapi tidak mempunyai biaya untuk meneruskan sekolah atau kuliahnya. Orangtua mereka tidak mampu, sehingga dalam usaha memperoleh uang untuk biaya sekolah/kuliah dan kebutuhan lainnya,  mereka harus bekerja di tempat-tempat hiburan malam, yang tentu saja sangat banyak godaannya. Tak sedikit dari mereka yang kemudian terjerumus dalam kegiatan pelayanan tanpa batas.
Perkenalan saya dengan Eva tidak hanya sampai di situ.  Setahun lebih saya bersosialisasi dengannya. Dalam waktu itu, Eva berhasil memperkenalkan saya dengan 57 orang temannya, yang  relatif muda,   antara 16 sampai 24 tahun, semua masih sekolah dan kuliah. Mereka bekerja tidak  hanya di karaoke, tapi ada yang di kafe, diskotik, bar dan salon. Bahkan ada di antara mereka yang  menjadi cewek panggilan.

Bertolak dari pengalaman dan perkenalan saya dengan Eva beserta  teman-temannya, saya terinspirasi untuk membukukan  kehidupan mereka ke dalam sebuah buku. Dan saya mengajak tujuh teman saya untuk bersama-sama mengumpulkan data tentang kehidupan  gadis-gadis remaja sekolahan/kuliahan, yang berkerja sambilan/sampingan di tempat-tempat hiburan malam.  Untuk apa?  Tentunya untuk bahan dalam penyusunan buku ini. Kenapa? Karena bagaimanapun kehidupan  gadis-gadis remaja tersebut, perlu mendapat perhatian, kalau bisa di selamatkan. Bagaimana pun mereka juga penerus  generasi  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi  nusantara  ini untuk masa mendatang.
Dalam buku ini, kami lebih “spesifik” berbicara tentang cewek gaul sekolahan/kuliahan yang menjadikan hubungan seks sebagai pekerjaan sampingan. Dimana uang yang diperoleh dari pekerjaan itu, mereka gunakan bukan hanya untuk makan, tapi lebih jauh dari itu, untuk membiayai sekolah atau kuliahnya dalam mencapai cita-citanya  untuk  maju. Tentunya, demi masa depan mereka yang lebih baik, lebih cerah dan lebih mapan, seperti kehidupan wanita normal lainnya.
Dalam menghimpun data itu, cewek gaul yang dijadikan responden, kami prioritaskan  yang masih sekolah atau kuliah,  berusia 16 – 24 tahun. Dan  yang pasti sudah tidak perawan lagi. Mana mungkin perawan, kalau hubungan seks bebas sudah dijadikan sebagai pekerjaan sampingan.
Metode kami sederhana saja, kami mewawancarai mereka, lalu menuturkan kembali hasil wawancara itu. Tentunya, ditambah dengan  pengalaman kami masing-masing selama bergaul dengan mereka selama hampir dua tahun.
Bukan tanpa kesulitan dalam mengumpulkan data itu. Sebab tidak mudah untuk mengajak para cewek gaul itu terlibat dalam percakapan yang panjang dan rinci. Satu dua pertanyaan yang kurang pas bisa membuat mereka curiga atau menyinggung perasaannya,  dan selanjutnya bisa saja mereka malah tutup mulut.
Kadang-kadang kami juga menjumpai cewek yang sangat pelit menuturkan pengalamannya, padahal menurut kami, ia tipe cewek yang sangat menarik untuk ditelusuri riwayatnya.  Misalnya, ia nampak begitu cantik, anggun, dan lumayan cerdas, tapi kok sampai “terjerumus” ke lembah yang rawan bahaya. Tentu ada sebab, alasan atau motif luar biasa yang membuatnya berlaku demikian.
Tujuan pertama kami menemui mereka adalah untuk wawancara, mengeruk sebanyak mungkin data dan cerita dari mereka mengenai dunianya dan suka duka mereka. Kadang-kadang kami bisa memperolehnya dengan mudah. Tapi lebih sering pula kami harus bertemu sampai beberapa kali. Atau mereka tidak mau bercerita begitu saja tanpa imbalan yang jelas.
Namun, di samping kesulitan itu juga ada kemudahan, karena pada umunmya cewek gaul sekolahan/kuliahan ini tidak berjalan sendiri-sendiri. Biasanya mereka pergi berdua atau bertiga. Lagi pula, kalau kami sudah dinilai baik oleh salah seorang cewek gaul, kami tidak akan mengalami kesulitan mendapatkan responden berikutnya. Karena, cewek gaul yang telah kami kenal baik itu, seperti Eva,  akan mengajak teman-temannya bertemu dengan kami, sambil ngobrol santai di sebuah kafe atau tempat-tempat lainnya.
Dalam rangka pengumpulan data untuk buku ini, kami mentargetkan mewawancarai 500 cewek gaul. Ternyata, untuk mencapai target itu kami membutuhkan waktu hampir dua tahun (02/2007 - 08/2009), guna mewawancarai cewek gaul yang berasal  dari 10 kota di pulau Jawa. Sebagian besar tentu saja tinggal di Jakarta, (119), yang lainnya di  Bandung (49), Yogyakarta (35), Semarang (47) dan Surabaya (36). Sebagian lagi tinggal di kota kecil seperti Bogor (44), Sukabumi (51), Cianjur (34), Serang (18) dan Bekasi (67).  Mereka pada umumnya berpendidikan minimal tamat SLTP, namun kemudian ada juga yang berhasil menamatkan S1, dan S2. Bahkan Eva setelah berhasil menyelesaikan S1 (kesehatan), pada bulan Juni  2009  berangkat ke Jepang dan  bekerja di sebuah Rumah Sakit di sana. Kemudian, jejak Eva diikuti oleh Lidya, berangkat ke negara yang sama, dengan latar belakang pendidikan yang sama untuk pekerjaan yang sama pula.
Tidak hanya Eva dan Lidya,  banyak dari mereka yang berhasil dalam menyelesaikan sekolah/kuliahnya. Lalu mereka bertobat, mereka mencari dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Bahkan dalam perkembangannya, banyak yang menjadi pengusaha yang sukses, serta  membangun rumah tangga yang baik dan bahagia.
Kami berusaha mengungkapkan tentang cewek-cewek gaul sekolahan/kuliahan ini secara gamblang, terbuka dan apa adanya. Karena bagi kami hal ini bukan sesuatu yang harus ditutup-tutupi atau dirahasiakan. Bukankah kehidupan malam dengan berbagai dinamika dan romantikanya sudah begitu akrab dengan masyarakat kita? Bukankah mereka anak-anak bangsa yang sesungguhnya perlu mendapatkan perhatian dan uluran tangan kita,  agar tidak lebih jauh terjerumus masuk ke dalam lembah kenistaan ?
Buku ini memberi gambaran bagaimana susahnya gadis-gadis remaja yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam memperjuangkan cita-citanya  untuk mencapai kemajuan, dan tetap eksis di dalamnya.  Mereka berusaha dan terus berusaha, meski pada akhirnya harus mengorbankan harga diri dan martabatnya sebagai wanita, dengan berbagai dorongan nafsu badani yang menghentak dan berontak, tanpa pikir panjang  bergerak memenuhi hasrat diri, dalam usahanya mendapatkan uang.
Dalam buku ini digambarkan pula, bahwa tidaklah mudah bagi gadis-gadis remaja  golongan ekonomi tingkat bawah dalam mencapai cita-citanya untuk maju. Di satu sisi, mereka ingin maju, mempunyai kemauan dan semangat juang yang tinggi untuk maju. Namun disisi lain, mereka bergulat dengan berbagai tantangan, terutama tantangan dalam pergaulan sehari-hari, tantangan masyarakat, dan tantangan ekonomi orangtuanya yang tidak mendukung untuk maju serta banyak lagi tantangan lainnya.
Selanjutnya, kami berharap buku ini akan bisa menjadi sesuatu yang ada harganya dalam memperkaya perpustakaan, dan bisa menjadi acuan manakala kita berniat meraih pahala hidup dengan mengentaskan mereka. Apalagi pada ujung-ujungnya kami juga menemukan cewek-cewek malang itu yang kemudian bertobat, hidup normal, bahkan menghirup kehidupan yang berbahagia sebagai layaknya manusia lain yang tak berhenti berkarya dan berdoa.
Lalu, sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dalam buku ini nama tokoh dan  tempat kejadian disamarkan. Jika ada kesamaan nama dan tempat,  hal itu hanyalah kebetulan belaka, tidak disengaja, dan saya sebagai penulis buku ini sebelumnya mohon maaf, bila pembaca merasa terganggu atas kesamaan tersebut.
Kemudian, saya merasa  perlu memberitahukan, bahwa selagi saya menyusun buku ini, saya diberitahukan  via telepon bahwa pada pertengahan November 2009,  salah seorang diantara 500 responden kami, Natalia, sudah tiada, meninggal dunia, karena ada kelainan di bagian kepalanya. Natalia, seorang gadis yang baik, cantik, murah senyum dan ramah. Ia sudah menjadi teman baik kami, dan kami sangat merasa kehilangan atas kepergiannya. Kami, (maksudnya, saya berserta beserta teman-teman)  dengan  rasa haru, turut berduka-cita yang sedalam-dalamnya. Semoga segala kebaikan almarhumah diterima Allah SWT. 
BUKU INI DAPAT DIPEROLEH DI TOKO-TOKO BUKU GUNUNG AGUNG

2 komentar:

  1. Obat Bius - Jual Obat Bius
    Obat Bius Semprot
    Obat Bius Cair

    Hubungi Kami 081226129800 Pin BB 5891AF43 WEBSITE : http://www.liquidsex.us/

    BalasHapus
  2. Harrah's Resort Atlantic City - Mapyro
    Harrah's Resort 부산광역 출장안마 Atlantic City. Directions · (609) 거제 출장마사지 317-1000. Call Now · More Info. Hours, Accepts Credit 천안 출장안마 Cards, 상주 출장안마 Wi-Fi, 구미 출장안마

    BalasHapus